Sunday 10 November 2013

HARI RAYA IDUL FITRI DAN KOMITMEN KETAKWAAN KEPADA ALLAH SWT KHUTBAH IDUL FITRI 14342 H OLEH : HURNAWIJAYA AL-KHAIRY, QH., S.H.I., S.Pd Hadirin-Hadirat Jamaah Kaum Muslimin-Muslimat Yang Berbahagia! Pagi ini kita berkumpul ditempat yang penuh barokah ini untuk merayakan sebuah kemenangan. Kemenangan atas hawa nafsu dan syaitan setelaqh sebulan lamanya kita membuktikan kepatuhan kita kepada Allah SWT Sang Pencipta. Sungguh tak ada kemenangan kecuali dengan kepatuhan secara maksimal kepada Allah SWT. Maka cerita tentang manusia yang tidak patuh kepada Allah adalah cerita tentang manusia-manusia yang kalah atas hawa nafsunya. Hadirin, sebuah kemenangan hakiki telah kita capai hari ini, kemenangan atas godaan akan kesesatan maksiat. Ketika kita membaca Al-Qur’an di bulan suci ramadhan, melakukan qiyamullail, berdoa, berdzikir, dan mengisi hari-hari kita dengan ketaatan ibadah kepada Allah SWT maka itu adalah media untuk menjadikan kita manusia terbaik yang digelari manusia bertaqwa. Maka jika hari ini kita merasakan ketakwaan kita bertambah kepada Allah SWT maka itulah kemenangan yang hakiki. Jika hari ini kita meyakini bahwa dosa-dosa kita telah terampuni, maka itulah kemenangan yang sejati. Sebab itulah hakikat merayakan hari raya pada pagi hari ini: ليس العيد لمن لبس الجديد ولكن العيد لمن تقواه يزيد “Bukanlah namanya hari raya , dengan semata-mata mengenakan baju baru. Melainkan hari raya yang sesungguhnya ialah ketaqwaan yang kian meningkat didalam Qalbu. Bukanlah namanya hari raya dengan mengenakan pakaian, kendaraan, dan perhiasan yang serba indah. Melainkan hari raya yang sesunggunya adalah ketika dosa-dosa diampuni oleh Allah.” Hadirin-hadirat yang berbahagia. Allahu ‘akbar, Allahu akbar, allahu akbar walillahil hamdu. Setiap ibadah ritual dalam tujuannya adalah untuk membawa perubahan baik secara personal maupun secara sosial. Karena ia ibarat sebuah perdagangan yang senantiasa mengharapkan keuntungan. Sebab jika ia tidak mendapatkan keuntungan berarti ia gagal dalam perniagaannya. Namun sayang pemahaman seperti ini hanya berlaku di dalam bisnis dan perdagangan, sementara dalam urusan ibadah banyak orang yang tidak perduli. Betapa banyak orang yang merasa rugi ketika keuntungannya tidak bertambah dalam bisnisnya, betapa banyak orang yang merasa gagal ketika tidak berkembang perniagaannya, betapa banyak orang yang merasa merasa kecewa ketika tidak berkembang usahanya. Berbagai evaluasi dilakukan untuk mengetahui titik lemah usahanya tersebut. Sementara mereka tidak merasa rugi ketika pahalanya tidak bertambah, ketika amalnya tidak meningkat, dan ketika taqwa dan kepribadiannya tidak berubah menjadi lebih baik. Padahal hakikat ramadhan adalah membentuk manusia yang bertaqwa, sebagaimana dalam ayat al-Qur’an yang merupakan dasar hukum diwajibkannya puasa dalam surat al-Baqarah ayat 183 yang berbunyi: يا ايهاالذين امنوا كتب عليكم الصيام كما كتب على الذين من قبلكم لعلكم تتقون “Hai orang-orang yang beriman telah diwajibkan atas kalian berpuasa, sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian supaya kalian menjadi orang-orang yang bertaqwa.” Allahu akbar, allahu akbar, allahu akbar Walillahil hamd. Sungguh, andaikata kita mencoba merenungkan hakikat puasa ramadhan niscaya kita akan mendapati bahwa puasa ramadhan adalah ibadah yang sangan unik. Cobalah kita tengok bahwa ada juga makhluk-makhluk Allah yang tidak berakal melakukan puasa tersebut dan berubah menjadi lebih baik. Seekor ular yang ‘berpuasa’ dengan tidak makan dan tidak minum ia merubah kulitnya yang semula keras dan kasar berubah menjadi lebih lembut, halus dan berwarna lebih indah. Seekor ayam yang ‘berpuasa’ atau mengeram selama 20 hari menghasilkan anak ayam yang cantik dan berharga. Begitu juga dengan seekor ulat yang menakutkan dalam kepompongnya mengeram selama 40 hari akhirnya keluar menjadi seekor kupu-kupu yang indah dan disenangi oleh semua orang. Maka, apatah lagi kita sebagai makhluk berakal yang dibekali oleh Allah dengan akal dan pikiran. Adakah alasan bagi kita untuk tidak menjelma menjadi lebih baik setelah dididik dalam bulan ramadhan selama satu bulan?. Adakah alasan bagi kita untuk tidak meningkatkan ketakwaan setelah selama ramadhan kita berlatih untuk rajin beribadah, berdzikir, menahan nafsu dan amarah, menahan godaan syaitan, dan menjaga lisan dan pandangan? Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar, walillahil hamd. Hadirin-hadirat jamaah sholat ‘id yang berbahagia. Lalu siapakah orang-orang yang bertaqwa tersebut?. Imam Hujjatul Islam Abu Hamid Muhammad Al-Gozali Rahimahullah menjawabnya dalam kitab Ihya’ Ulumiddin bahwa orang-orang yang bertaqwa memiliki tiga ciri sebagai berikut: Yang pertama adalah : الخوف الىالله Rasa takut kepada Allah yang menggetarkan jiwa. Tandanya adalah menjauhi segala macam maksiat dan larangan Allah SWT. Orang yang takut kepada Allah niscaya akan menjauhi segala larangan Allah SWT, sebab ia tahu bahwa kalau ia tidak menjauhi larangan Allah ia akan dilemparkan kedalam neraka jahannam. Jika Allah melarangnya untuk berzina, ia tinggalkan zina dengan penuh ketaatan. Jika allah melarangnya untuk korupsi, ia tidak berani melakukan korupsi dengan penuh keikhlasan. Jika allah melarangnya untuk mencuri, ia jauhi mencuri dengan penuh tunduk kepada Allah. Dan jika allah melarangnya untuk maksiat, ia tinggalkan seluruh maksiat dengan penuh ketundukan. Maka bagi merekalah syurga yang penuh kenikmatan kelak di Akhirat, sebagaimana digambarkan dalam firman Allah berikut: فاما من خاف مقا م ربه ونهى النفس عن الهوى فان الجنث هي الما وى “Adapun orang-orang yang takut kepada Tuhannya, dan menjauhi keinginan hawa nafsunya. Sesunggunya syurgalah tempat kembalinya.” Allahu akbar, allahu akbar, Allahu akbar walillahil hamd. Ciri orang yang bertaqwa yang kedua adalah: الرجاالى الله Perasaan harap kepada Allah. Tandanya ialah selalu ingin dan senang melakukan ketaatan. Orang yang takwa kepada Allah akan senantiasa melaksanakan segala perintah-perintah Allah SWT dan anjuran Rasulullah SAW. Jika Allah dan Rasul-Nya menyuruhnya untuk sholat, ia kerjakan sholatnya dengan penuh kekhusyu’an. Jika allah dan Rasulnya memerintahkannya untuk berpuasa, ia laksanakan puasanya dengan penuh keikhlasan dan mengharap ridho tuhannya. Jika Allah dan Rasulnya mewajibkan atasnya Zakat, ia keluarkan zakatnya dengan penuh kerelaan. Jika Allah dan Rasulnya mewajibkan hajji ketika ia mampu, ia laksanakan dengan penuh ketulusan. Dan jika allah dan rasul-Nya memerintahkan untuk melaksanakan ibadah, ia laksanakan dengan penuh rasa tanggung jawab dan menghambakan diri kepada-Nya. Sungguh bulan ramadhan telah melatih kita untuk senantiasa taat kepada allah SWT dengan puasa pada siang harinya, sholat berjamaah, melakukan qiyamullail, sholat tarawih, sholat witir, tadarrus al-qur’an, berinfaq dan bersedekah, mengeluarkan zakat maupun dengan menjaga lisan dan pandangan. Maka kalau kita mampu mempeertahankan sampai diluar bulan ramadhan ini niscaya kita akan menjadi pribadi-pribadi yang luar biasa dan dirindukan oleh syurga. Sebagaimana disebutkan oleh Rasulullah dalam sabdanya: “Sesungguhnya syurga merasa rindu kepada empat golongan manusia: Orang yang senantiasa membaca al-qur’an, orang yang menjaga lisan, orang yang memberi makan orang yang kelaparan, dan orang-orang yang berpuasa pada bulan suci ramadhan.” Allahu akbar, Allahu akbar, allahu akbar walillahil hamd. Ciri yang ketiga dari orang yang bertaqwa menurut Imam Al-Ghozali adalah: المحبة فى الله Rasa cinta kepada allah. Tandanya ialah merasa rindu dan senantiasa merasa diawasi oleh Allah SWT. Orang yang bertaqwa akan betul-betul mencintai allah dan rasul-Nya dengan sepenuh jiwa dan raga. Adapun tanda-tanda orang yang mencintai sebagaimana disebutkan oleh Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyah dalam kitab beliau “Raudhatul Muhibbin wa bustanul syauqin” bahwa tanda orang yang mencintai sesuatu ada dua yaitu: 1. Senantiasa mengingat dan menyebut nama orang yang dicintainya. Cinta kepada seorang kekasih akan membuat seseorang senantiasa menyebut nama kekasihnya. Cinta kepada harta akan membuat seseorang membangga-banggakan hartanya. Cinta kepada dunia kan senantiasa membuat seseorang sering menyebut urusan dunianya. Hal ini sebagaimana disinyalir oleh Rasulullah SAW dalam sabda beliau yang mengatakan: من احب شيءا كثر من ذكره “Barangsiapa mencintai sesuatu niscaya ia akan banyak untuk menyebutnya.”(HR Bukhari) Begitu juga cinta kita kepada Allah haruslah kita buktikan dengan banyak berdzikir dan mengagungkan namanya setiap saat dengan takbir, tahmid, tahlil, dan lain sebaginya. Sebagaimana yang kita lakukan pada hari raya yang fitri ini: Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar. Lailaha Illallah Allahu Akbar, Allahu Akbar Walillahilhamd. 2. Orang yang mencintai akan senantiasa mentaati orang yang dicintainya. Orang yang betul-betul mencintai dengan setulus hati akan senantiasa taat kepada orang yang dicintainya. Maka kecintaan kepada Allah haruslah membuat kita mentaati segala apa yang diperintahkannya dan menjauhi segala apa yang dilarang-Nya atau al-imtitsalu awamirillahi wajtinabunnawahihi, itulah hakikat taqwa yang sesungguhnya. Hal ini telah ditegaskan oleh allah SWT dalam firmannya: “Katakanlah wahai Muhammad, jika kalian betul-betul mencintai Allah SWT. Maka ikutilah aku niscaya Allah akan mencintai kalian. Maka jika kita mengatakan cinta kepada Allah tapi syariatnya kita injak-injak, sungguh itu adalah omong kosong belaka. Hal ini telah ditegaskan oleh Imam Syafi’i Radiallahu ‘anhu dalam syairnya sebagaimana tertulis dalam kitab Diwanusysyafi’i halaman 82 yang mengatakan: “Engkau senantiasa bermaksiat kepada Allah, padahal engkau katakan bahwa engkau mencintainya. Sungguh itu adalah suatu kiasan yang sangat tidak masuk akal. Sebab kalau engkau betul-betul mencintai-Nya setulus hati niscaya kau akan mentaati-Nya. Sesungguhnya orang yang mencintai akan senantiasa mentaati oarng yang dicintainya.” Allahu akbar, allahu akbar, allahu akbar Walillahil Hamd. Hadirin-hadirat jamaah sholat idul fithri yang berbahagia. Sungguh ketika ibadah kita lakukan sementara kemaksiatan tetap dikerjakan, itu ibarat (accu) aki yang soak. Bila setiap hari kita tegakkan sholat sementara di saat yang sama mencuri tetap kita lakukan maka berarti ada yang salah dalam sholat kita. Bila setiap tahun kita pergi haji sementara haram senantiasa kita nikmati, itu berarti ada yang salah dalam haji kita. Bila setiap ramadhan kita berpuasa dan meningkatkan ibadah lainnya sementara perzinaan, perjudian dan minuman keras semakin merajalela, itu juga bukti bahwa ibadah puasa kita sia-sia. Ingatlah bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda: “Betapa banyak orang yang berpuasa, namun tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya selain lapar dan dahaga belaka.” Dengan kata lain, secara fiqih ibadahnya sah-sah saja, tetapi secara kualitas tidak berpahala, karena terhapus oleh kemaksiatan yang dilakukannya. Sungguh ibadah formalitas semacam ini tidak akan pernah mengantarkan ke titik fitrah yang hakiki. Maka bila kita berkumpul pada pagi hari ini sebenarnya adalah untuk merayakan hari kembali kita ke fitrah, maka setelah ini tidak pantas lagi dosa-dosa dikerjakan pun tidak layak lagi dosa-dosa dikerjakan. Lebih dari itu segala yang syaitan bisikkan tidak akan pernah diikuti kembali. Inilah sebenarnya yang kita rayakan hari ini. Sebagi hari komitment untuk istiqomah di atas tuntunan Allah kapan dan dimanapun kita berada. Inilah yang kita kenal dengan idul fitri artinya hari raya kembali ke fitrah. Maka marilah kita berdoa kepada allah SWT semoga kita adalah hamba-hamba-Nya yang terpilih sebagai orang yeng beruntung dengan gelar muttaqin setelah keluar dari bulan suci ramadahan yang penuh barakah ini. Dan Ia memperkenankan kita kembali bersua dengan ramadhan kembali untuk tahun-tahun berikutnya.

No comments:

Post a Comment