Monday 5 January 2015

PENCIPTAAN MANUSIA

Di tengah malam yang gelap, aku duduk di halaman sebuah rumah, melakukan percakapan dengan alam yang diselimuti sunyi. Aku menatap langit yang jauh, tiba-tiba terlintas dalam benakku sebuah pertanyaan: “Kemanakah sesungguhnya hidupku tertuju? Apakah hidupku hanya seperti ini, sekedar menikmati keindahan dunia dan segala macam hiasannya?” Pertanyaan itu merasuk ke dalam pikiranku. Sesekali angin malam berhembus lembut, seperti terdengar berbisik memaksaku untuk mencari tau jawaban dari pertanyaan itu. Pada malam harinya, pertanyaan asing itu tidak mampu kujawab sendiri. Sehingga sampai di pagi hari, saat aku berada di hadapan guruku, pertanyaan itu masih memenuhi ruang hatiku. Dalam kegundahan itu, guruku sepertinya membaca keadaan hatiku. Sebelum aku melontarkan pertanyaan itu, ia lebih dulu menjawabnya dengan penuh bijaksana: “Manusia datang ke atas dunia ini, adalah karena kehendak-Nya. Dan pada akhirnya nanti, manusia akan kembali karena kehendak-Nya pula. Ia dilahirkan ke alam ini, sesungguhnya ditemani oleh pelukan takdir untuk kemudian mengejar tujuan hidupnya yang hakiki, yaitu untuk menyembah dengan tulus ikhlas hanya kepada-Nya. Manusia adalah makhluk Tuhan yang paling sempurna penciptaannya. Manusia telah diberikan bentuk raga yang begitu indah, disertai panca indra serta nafsu dan akal. Dengan semuanya itu, manusia bisa menikmati kehidupannya di alam semesta ini. Sejatinya, manusia itu juga sangat lemah tak berdaya, jika akan dibandingkan dengan kebesaran Kuasa Tuhannya. Alangkah mulia dirinya jika ia selalu tunduk di hadapan Tuhan, dengan selalu berjalan penuh kerelaan menaati segala hukum kehidupan. Orang yang seperti ini, adalah orang yang menyadari kelemahan dirinya, sehingga ia selalu merasa kecil dan senantiasa berserah diri kepada Dzat yang menciptakannya. Dan alangkah hinanya manusia jika ia menjadi penentang Tuhan. Dengan sedikit kelebihan yang diberikan, ia menjadi makhluk yang congkak dan sombong, tanpa mau tunduk terhadap perintah dan larangan tuhannya. Bahkan ia hidup di dunia ini hanya untuk menikmati keindahan dunia dan segala macam hiasannya. Sehingga ia menjadi manusia yang hidup dalam kegelapan tipu daya dunia sepanjang umurnya. Manusia seperti ini, dalam waktu yang tidak panjang, sesungguhnya akan binasa bersama kelemahan dan kesombongannya. Kemanakah sesungguhnya hidup ini tertuju? Apakah hidupku hanya seperti ini, sekedar menikmati keindahan dunia dan segala macam hiasannya?” Aku terkejut mendengar pertanyaan hatiku semalam tiba-tiba diucapkan kembali oleh guruku. Di tengah keterkejutan itu, guruku melanjutkan pembicaannya: “Kita adalah salah satu makhluk ciptaan-Nya, makhluk yang diciptakan tiada yang lebih sempurna selain diri kita. Maka menjadi sebuah keniscayaan bagi kita untuk senantiasa memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan yang telah Menciptakan. Bersyukur adalah ketika hati sanubari kita yakin bahwa segala karunia yang menyertai kita merupakan pemberian-Nya. Bersyukur adalah tatkala lisan kita tiada pernah berhenti memuji Asma-Nya yang Indah, lebih-lebih kala karunia itu tengah berlimpah di hadapan kita. Bersyukur adalah kala segala limpahan karunia-Nya kita memfungsikannya hanya untuk kebaikan, memfungsikannya hanya untuk perkara yang akan membawa kita untuk semakin dekat kepada-Nya. Dan orang-orang yang sudah bersyukur, mereka adalah yang sepanjang tarikan nafasnya selalu tulus ikhlas menyembah Tuhannya. Mereka yang selalu tunduk dan patuh terhadap hukum Tuhan yang disampaikan lewat Muhammad Nabi-Nya yang mulia. Hukum itu kemudian mereka jadikan undang-undang sejati yang harus ditegakkan di atas muka bumi ini. Itulah tujuan sejati dari penciptaan manusia.

No comments:

Post a Comment